sumber: www.google.co.id
Pola pangan masyarakat dipenagruhi oleh beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya yang mengeni faktor-faktor yng mempengaruhi pola pangan atau suatu kebiasaan pangan dari masyarakat, dan dalah satu faktor tersebut adalah agama atau kepercayaan. Bagi muslim masalah HALAL merupakan hak asasi yang tidak dapat ditoleransi karena hubungannya langsung dengan Tuhan, bukan permasalahan manusia nya sendiri. Maka dari itu, untuk memberi keyakinan tersebut dibuat sistem jaminan halal. Kalau hanya diyakin kan dengan pernytaan atau pendapat perseorangan aja maka tidak fair. Sayangnya hanya di luar negeri yang pendanaan halal di danai oleh negaranya, bahkan telah ada badan atau institut yang berdiri khusus untuk mengurus permasalahan halal di negeri nya. Sedangkan untuk di Indonesia masih berdiri sendiri yang di urus oleh suatu lembaga dan didanai oleh swasta yang mengeluarkan sertifikat halal itu sendiri. Di China pun sudah banyak industri pangan yang sangat peduli dengan perizinan halal, karena produk mereka banyak yang export ke negara kita yaitu Indonesia dimana dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduknya beragama muslim. Di Thailand juga sudah ada 2 pusat halal,yang dapat dikatakan bukan negara yang mayoritas penduduk nya muslim. Namun bahkan ada bebeapa universitas yang memiliki lab khusus kehalalan, yang bahkan mereka memberikan bewasiswa juga untuk mahasiswa asing yang tertarik dengan bidang halal ini. Sehingga ketentuan halal ini bukan hanya sebagai suatu budaya saja, namun lebih mengarah kepada marketing untuk beberapap pihak.
Pada
perusahaan pun, pembersihan menjadi suatu kendala dalam suatu sistem nya,
pembersihan di sistem HCCP, dan beberapa regulasi yang diterapkan pada proses
produksi dan beberapa macam nya. Dalam pembersihan di sistem halal ada yang
dikenal suatu sistem, misalkan di satu perusahaan memproduksi banyak produk,
dan ada salah satu produknya mengandung bahan yang tidak halal, maka untuk
memproduksi produk yang halal harus disanitasi terlebih dahulu peralatan yang
digunakan tersebut, karena tidak mungkin untuk membeli instrumen yang baru
karena akan menambah biaya yang cukup besar. Sehingga dikenal dengan sistem
sanitasi halal, untuk membersihkan
salah satu najis yang berasal dari salah satu bahan produk sebelumnya. Dimana
dalam Islam daging babi haram hukum nya untuk dimakan karena najis, dan salah
satunya caanya adalah dengan dibesihkannya dengan tanah dan dibilas dengan air
sebayak 7 kali.
Thailand
meniru sistem industri yang ada di Jerman, dimana mereka menjalankan sistem sanitasi
yang menggunakan lumpur (clay), yang mengikuti kaidah halal dalam agama Islam
yaitu membersihkan najis dengan tanah dan dibilas dengan air. Peneliti dari
Jerman membuktikan bahwa lumpur yang lebih dari tanah liat tersebut mampu
mengabsorb hingga level DNA. Seperti diketahu bahwa Jerman banyak memproduksi
sosis, dimana jika dibersihkan akan sulit karena banyak mengandung lemak, dan
biasanya perusahaan pun acid based untuk
melakukan pembersihannya, yang sebenarnya belum benar-benar membersihkan
peralatan yang digunakan dan masih terdapat sisa-sisa lemak. Tanah ini mampu mengangkat
dengan bersih peralatan yang digunakan, sehingga di Jerman pun sudah mulai
menggunakan sistem ini semenjak tahun 1979 dan di Indonesia sendiri pada saat
itu belum menerapkannya. Hal ini lebih mengarah ke bisnis, yang dimana menjual
suatu mutu dan menjamin hak asasi konsumennya. Tidak hanya produk daging, di
China pun terdapat suatu produsen yang memproduksi apel halal. Mengapa hingga
apel pun mereka buat halal? Seperti kita ketahui bahwa untuk apel yang di
export biasanya harus diberi waxed (lilin) untuk melindungi produk apel
tersebut hingga sampai ke tangan konsumen. Lilin yang digunakan untuk waxed
berasal dari apa? Sehingga hal itulah yang melatar belakangi mereka
menghasilkan produk apel halal, dengan begitu konsumen pun akan benar-benar percaya
untuk membelinya.
Selain
produk yang mengandung lemak, cyder juga tidak boleh untuk dikonsumsi muslim.
Aturan halal, ada produk yang intermediet kadar alkoholnya diperbolehkan hingga
maksimal 1% namun untuk produk akhir nya harus 0%, contohnya flavor yang
menggunakan alkohol dan akhirnya akan diuapkan sehingga 0% alkohol di akhr
produk. Namun 1% di Indonesia sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan dengan
persyaratan yang ada di Halal Food
Control Euro, mereka menetapkan kurang dari 0,5% alkohol. Lebih ketat
dibandingkan Indonesia dan Malaysia yang hampir sama persenannya. Suatu
instansi di Malaysia pun memiliki peminatan mengenai industri halal, dan
sasarananya pun mahaiswa yang ada di China dan tidak banyak dari indonesia dan
Malaysia. Peminatnya lebih banyak yang dari Korea, Jepang dan China, mereka
tertarik dan penasaran dengan bidang ini. Seperti yang disinggung pada awal
artikel ini, bahwa awalnya halal sendiri suatu aturan penganut agama Islam,
sehingga dapat mempengaruhi suatu budaya pangan disekitarnya. Tdak hanya sampai
disitu, bahkan dengan adanya pola seperti ini, dijadikanlah suatu peluang
maketing untuk terus menginovasi produk nya sehingga membuat banyak konsumen
tertarik dan percaya pada produk tersebut.
BalasHapusBagus!
Jangan berhenti menulis